
AtensiRakyat.com : Medan – Wacana terhadap pembatasan akses media sosial bagi anak dan kalangan pelajar telah menjadi perhatian publik di Indonesia saat ini. Sejumlah kalangan memberikan pendapat masing-masing dalam menelaah wacana tersebut.
Salah satu kalangan tokoh organisasi masyarakat berbasis suku budaya yang angkat suara memberi dukungan terhadap wacana tersebut yakni Assoc Prof. Dr. Rudi Salam Sinaga, S.Sos., M.Si., yang merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Parsadaan Pomparan Raja Lontung (DPD PPRL) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang merupakan perkumpulan 9 marga terdiri dari Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, Siregar, Sihombing, dan Simamora,
Menurut Ketua DPD Raja Lontung Sumut, Assoc Prof. Dr. Rudi Salam Sinaga, S.Sos., M.Si., ini, orang tua selaku pemilik anak dan berstatus pelajar penting untuk berpikir sejauh apa pentingnya anak yang berstatus pelajar untuk menggunakan media sosial.
“Kalau kebutuhannya bagi anak yang berstatus pelajar untuk memperkenalkan profil diri kepada khalayak luas di dunia internet maka peran semacam ini apakah wajar di usia mereka? Peran mereka adalah belajar, dan mengikuti bimbingan edukasi dan tugas mereka menuruti orang tua dan mendapat ijazah di sekolah. Sembari bermain di jam yang tepat,” ujar Assoc Prof. Dr. Rudi Salam Sinaga, S.Sos., M.Si., saat ditemui di sebuah Caffe Kopi di Kota Medan, Minggu (19/01/2025).
Lebih lanjut, tokoh muda yang sangat aktif di dunia organisasi sekaligus akademisi ini juga menjelaskan bahwa media sosial lebih baik diperuntukan dalam urusan usaha, marketing produk atau berdagang dan akun media sosial ini harus dikelola oleh orang tua atau yang cukup usia untuk mewakilinya.
“Orang tua harus mampu mengendalikan aktivitas anak terhadap handphone dan sejumlah aplikasi media sosial karena orang tua memiliki otoritas absolut tentang hubungan anak dan handphone di rumah. Bila orang tua belum mampu melakukan ini maka peran orang tua belum maksimal terhadap pembinaan anak di rumah,” tambahnya.
Pemberitaan terhadap wacana pembatasan akses media sosial untuk anak dan kalangan pelajar saat ini telah menjadi topik diskusi masyarakat di sudut desa hingga perkotaan.
“Beberapa Isi video atau konten negatif pornografi yang ada di media sosial dianggap turut membentuk perilaku negatif anak maupun yang berstatus pelajar. Sudah saatnya pemerintah melakukan kontrol agar konten video positif bersifat edukasi menjadi isi beranda di media sosial,” tutup Assoc Prof. Dr. Rudi Salam Sinaga, S.Sos., M.Si. (Yz)