
AtensiRakyat.com : Aceh Besar – Pimpinan DPRK Aceh Besar, Abdul Mutchi, menyampaikan pentingnya penyelesaian yang bijak terkait pemberhentian Sekretaris Daerah (Sekda) Drs. Sulaimi, M.Si., pada 20 Desember 2024, serta pelantikannya sebagai Staf Ahli Pemerintahan, Hukum, dan Politik pada 17 Januari 2025 lalu.
Menurutnya, masalah yang timbul pasca pemberhentian tersebut memerlukan pendekatan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, kepastian hukum, serta stabilitas pemerintahan.
Pimpinan DPRK Aceh Besar ini mengatakan bahwa pemberhentian yang tidak diikuti dengan proses transisi yang jelas menyebabkan kekosongan administratif, yang berdampak pada kebuntuan pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) 2025.
Menurutnya, hal ini berpotensi mengganggu jalannya berbagai program strategis dan
pelayanan publik, termasuk pembayaran gaji pegawai.
Lebih lanjut, Abdul menekankan bahwa dalam menghadapi situasi ini, seluruh
pihak harus mengedepankan netralitas dan profesionalisme, menghindari kepentingan
politik sesaat yang dapat memperburuk keadaan.
“Langkah pertama yang harus diambil adalah kembali pada prosedur hukum dan administratif yang berlaku. Jika ditemukan ketidaksesuaian prosedural dalam pemberhentian Sekda, maka pemeriksaan berjenjang oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat perlu dilakukan,” ujarnya.
Lalu, ia mengajak semua pihak untuk menjaga kondusivitas dan menghindari kegaduhan dalam tata pemerintahan di Aceh Besar. Pendekatan persuasif dan komunikasi terbuka dianggap sebagai solusi yang dapat meredakan ketegangan dan mencegah spekulasi yang dapat merusak stabilitas Pemerintahan.
“Terkait APBK 2025, Pj. Gubernur diharapkan ada langkah penyelesaian kongkrit menyinggung soal pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) 2025, yang disusun pada bulan Desember 2024 dan masih mencantumkan nama Drs. Sulaimi sebagai Sekda. Masalah ini harus dilakukan secara transparan dan
mengedepankan kepastian hukum. Setiap langkah dalam administrasi pemerintahan
harus sesuai dengan peraturan yang ada agar tidak merugikan siapa pun,” tegasnya.
Selain itu, Abdul juga menambahkan bahwa penting untuk memastikan tidak ada ruang bagi siapa pun untuk mengintervensi jalannya Pemerintahan Aceh Besar, karena perilaku itu dapat merusak proses administratif dan kredibilitas pemerintahan daerah.
Oleh sebab itu, secara khusus Abdul selaku pimpinan DPRK Aceh Besar mengharapkan Pj. Gubernur Aceh untuk bisa mengambil langkah penyelesaian secara kongkrit sehingga APBK Aceh Besar 2025 bisa direalisasikan secepat mungkin, mengingat agenda Pemerintahan Kabupaten Aceh Besar yang mendesak, seperti Pelantikan Bupati Aceh Besar terpilih dan beberapa program strategis lainnya yang berdampak bagi masyarakat Aceh Besar.
Pimpinan DPRK Aceh Besar inipun menekankan bahwa untuk mencapai pemerintahan yang
bersih dan baik, semua pihak, baik eksekutif maupun legislatif, harus berkomitmen untuk mematuhi aturan yang ada.
“Kita harus menghargai hak-hak individu, menjalankan pemerintahan sesuai dengan prosedur yang berlaku, dan menghindari kebijakan yang merusak reputasi lembaga pemerintahan,” ujarnya.
Dalam masa transisi pemerintahan saat ini, Pimpinan DPRK mengajak semua pihak untuk bersatu dan saling membantu.
“Masa transisi ini harus dimanfaatkan sebagai langkah awal menuju Aceh Besar yang lebih baik,
lebih sejahtera, dan bermartabat,” tambahnya.
Untuk menjaga Stabilitas dan membangun kepercayaan, Pimpinan DPRK Aceh Besar menyimpulkan bahwa untuk menjaga kelancaran administrasi dan mencegah dampak negatif yang lebih besar, langkah-langkah hukum, administratif, dan pengawasan yang tegas sangat diperlukan. Keputusan yang diambil harus berlandaskan pada kepastian hukum dan prinsip saling percaya untuk memastikan kelangsungan program-program pemerintah daerah, serta menghindari dampak negatif pada stabilitas politik dan ekonomi daerah. (Andika)