
AtensiRakyat.com : Medan – Seorang Jurnalis dianggap bahkan diakui berkompeten menjalankan tugas jurnalistik ketika ia mampu menuliskan sebuah berita dengan standar penulisan jurnalistik.
Standar penulisan berita yang benar produk jurnalistik adalah menulis dengan mempedomani 5W+1H (What (apa), Who (siapa), Where (dimana), When (kapan), Why (mengapa), How (bagaimana)).
Tentu, agar tulisan tersebut menjadi semakin digemari oleh pembaca tidak cukup hanya dengan standar biasa (5W+1H) saja, namun hal lain yang dimiliki jurnalis adalah harus bisa membuat tulisannya sendiri memiliki rasa dan roh.
Rasa dan roh dalam artian ini, tulisan yang dihasilkan seolah hidup (visual) dengan mampu menggambarkan peristiwa yang sebenarnya, yang endingnya sipembaca tersentuh dan terbawa kesuasana saat peristiwa.
Ternyata penulisan profesional seperti ini mampu dicapai oleh seorang Jurnalis senior, Sugiatmo, yang saat ini menjadi Kepala Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) yang siswa-siswinya nantinya merupakan angkatan pertama SJI di Provinsi Sumatera Utara, Provinsi yang dikenal penanam Kelapa Sawit pertama di Indonesia.
Sugiatmo menceritakan pengalaman menulisnya saat menjadi pengajar dihari kedua pelaksanaan SJI dengan materi Teknik Wawancara. Ia menuturkan, pernah menuliskan buku hariannya saat ia masih duduk dibangku kuliah dan tinggal disebuah rumah kost yang pemiliknya telah ia anggap sebagai keluarga dan sebaliknya ia juga dianggap anggota keluarga.
Dikala itu, Sugiatmo menuliskan buku hariannya seperti biasa, ia menuliskan kegiatan hari-hari yang dilewatinya. Namun, Jurnalis yang juga saat ini merupakan Dosen dibeberapa kampus di kota yang dipimpin oleh menantu Presiden Republik Indonesia (Kota Medan) itu, tidak lupa menuliskan hari-harinya bersama keluarga keduanya itu.
Suatu ketika, sepulang dari kuliah, Sugiatmo disambut ketawa bahagia oleh keluarga Bapak Kosnya, karena buku harian yang Sugiatmo tulis diam-diam itu kini isinya telah dibaca.
Sugiatmo tidak menjelaskan apa yang ia tulis dibuku hariannya itu, namun salah satu dari mereka yang tersentuh terhadap tulisan dan narasi menarik dibuku harian itu memberi pujian penilaian.
“Kamu sudah bisa menulis novel,” ucap Sugiatmo menirukan perkataan salah satu keluarga Bapak kostnya dikala itu.
Tidak berhenti sampai disitu, beberapa tahun berlalu setelah Sugiatmo menyelesaikan studynya, ketika membaca ulang tulisan yang ia bubuhkan dibuku hariannya dikala itu, merasakan aura positif, seakan tulisannya hidup mengembalikannya kekenyataan masa lalunya.
“Tulisan itu mempunyai roh, kalau saya disuruh lagi menulis itu, saya tidak bisa lagi,” ujar Sugiatmo, di ruang SJI, Hotel Grand Inna Medan, Selasa (24/09/2024).
Dengan segudang pengalaman yang dimiliki didunia jurnalistik, Sugiatmo berbagi trik penulisan agar dapat menjadi berita yang disukai dan dinantikan oleh pembaca.
“Menulis harus punya rasa. Tulisan yang tidak punya rasa maka hambar,” katanya.
Penulisan menarik juga tidak terlepas dari data yang dimiliki oleh jurnalis. Wawancara merupakan salah satu cara mendapatkan data dan informasi.
Seorang jurnalis saat melakukan wawancara harus dapat memiliki sikap dan sadar diri bahwa ia merupakan jurnalis bukan interrogator.
“Wawancara tidak bersifat memaksa, tapi membujuk orang agar bersedia memberikan keterangan,” ucap Sugiatmo.
Hal lain dalam wawancara juga bersifat penting dan wajib dilakukan. Seperti halnya, sebelum melakukan wawancara kepada narasumber harus memahami permasalahan, menyiapkan pertanyaan, menentukan narasumber yang berkompeten, dan juga membuat perjanjian lebih awal dengan narasumber untuk menentukan waktu dan tempat wawancara. (Red)